fiksumnews.com / Jakarta — Di tengah derasnya arus pemberantasan tambang ilegal di Indonesia, sebuah praktik tambang emas berkedok Galian C di Desa Empus, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, justru diduga bebas beroperasi tanpa tersentuh hukum.
Aktivitas tersebut disebut-sebut dijalankan oleh PT. Sumber Rezeki Alam, dengan nama pengusaha Acai Patumbak berada di balik layar.
Laporan Pengaduan yang disampaikan oleh Lingkaran Mahasiswa Peduli Rakyat (LIMAPERA) kepada Kapolri dan Bareskrim Polri, menyingkap dugaan kuat adanya praktik pertambangan emas ilegal yang disamarkan sebagai aktivitas galian pasir dan batu (Galian C).
Namun yang lebih mencengangkan, laporan itu menyebut adanya dugaan pembiaran bahkan “back up” dari oknum aparat Kepolisian Resor Langkat, hingga kerugian negara diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah akibat hasil tambang yang tak pernah tercatat dalam sistem resmi.
*Tambang Ilegal di Balik Nama Perusahaan*
Menurut dokumen pengaduan yang diterima redaksi, aktivitas tambang di titik koordinat (3°29’09.1”N 98°11’09.8”E) diduga menggunakan izin Galian C sebagai kedok untuk menambang emas bukan sekadar pasir atau batu.
Praktik semacam ini lazim terjadi di sejumlah daerah, di mana pengusaha memanfaatkan celah perizinan untuk menggali mineral bernilai tinggi dengan izin pertambangan non-logam.
Namun di Langkat, yang menjadi sorotan bukan hanya modus perizinannya, melainkan dugaan adanya “payung hukum” dari aparat sendiri.
Dalam laporan mahasiswa disebutkan, praktik tambang ini “diduga di-back up oleh oknum Polres Langkat, sehingga tidak tersentuh hukum meski telah menimbulkan kerugian negara.”
*Hukum yang Tumpul ke Atas*
Pihak mahasiswa menilai, kondisi ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan sudah masuk dalam ranah tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, serta UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Mereka menuntut agar Kapolri, Bareskrim, dan Divisi Propam segera turun tangan untuk menindak tegas perusahaan dan oknum yang terlibat.
“Kalau benar aparat justru melindungi tambang ilegal, ini bukan lagi soal pelanggaran lingkungan, tapi soal pengkhianatan terhadap keadilan dan konstitusi,” tegas Wahyu Ridhoni, Ketua Umum LIMAPERA, dalam keterangan tertulisnya.
*Kerusakan Alam dan Hilangnya Kepercayaan Publik*
Selain potensi kerugian negara, kegiatan tambang emas ilegal berkedok Galian C di Bahorok juga mengancam ekosistem lingkungan dan keseimbangan DAS (Daerah Aliran Sungai).
Bahorok, yang dikenal sebagai kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), seharusnya menjadi zona konservasi. Aktivitas tambang berat di wilayah ini dapat menyebabkan erosi, pencemaran air, dan hilangnya habitat satwa liar.
Lebih dari itu, dugaan keterlibatan aparat dalam praktik semacam ini dapat meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.
“Ketika rakyat kecil ditindak tegas karena menambang batu, tapi pengusaha besar bebas menambang emas dengan perlindungan aparat, di situlah hukum kehilangan maknanya,” tulis wahyu dalam surat pengaduannya.
*Desakan Penegakan Hukum*
Dalam surat yang ditujukan kepada Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si, para mahasiswa mendesak agar:
- PT. Sumber Rezeki Alam segera diperiksa dan dihentikan operasinya.
- Seluruh alat berat disita dan area tambang ditutup permanen.
- Oknum anggota Polres Langkat dan Kapolres yang diduga melindungi tambang segera diperiksa Propam dan dicopot dari jabatan.
*Tuntutan Transparansi*
Kasus ini kini menjadi ujian bagi komitmen Polri dalam mewujudkan semboyan “Presisi Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan.
Publik menanti, apakah laporan masyarakat ini akan benar-benar direspons, atau sekadar menjadi tumpukan berkas yang berdebu di meja penyidik.
Karena jika benar emas bisa membuat hukum bertekuk lutut, maka yang lebih berbahaya dari tambang ilegal bukanlah kerusakan alamnya melainkan hilangnya integritas penegak hukum di negeri ini.(Red)
0 Komentar