fiksumnews.com / Langkat – Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat menggeledah ruang-ruang di Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Langkat, Kamis (11/9/2025) pagi.
Dugaan korupsi Smartboard senilai Rp49,9 Miliar Uang Rakyat Dipertaruhkan, Apakah Pj Bupati dan DPRD Ikut Terlibat,,?
Penggeledahan ini terkait dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pengadaan Smartboard Tahun Anggaran 2024 dengan pagu fantastis mencapai Rp49,9 miliar.
Sejumlah dokumen dan perangkat komputer disita tim penyidik. Salah satu ruangan yang menjadi fokus adalah Bidang Pembinaan SD, di mana Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Disdik Langkat berinisial Sup terlihat mendampingi pemeriksaan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi baik dari pihak Disdik Langkat maupun Kejari. Namun, fakta penggeledahan ini semakin memperkuat dugaan bahwa proyek Smartboard bukan sekadar penyimpangan teknis, melainkan indikasi korupsi yang didesain sejak awal.
Desain Dugaan Korupsi Sejak Perencanaan Anggaran
Informasi yang beredar menyebutkan, proses pengadaan Smartboard sudah “diskenariokan” jauh sebelum Perubahan APBD (APBD-P) 2024 disahkan.
Bagaimana mungkin Surat Pesanan (kontrak) langsung diteken hanya seminggu setelah APBD-P disahkan pada 5 September 2024? Fakta ini mengindikasikan bahwa proyek sudah dipetakan sebelumnya, bahkan sebelum pembahasan resmi di DPRD.
“Penempatan anggaran ini jelas diarahkan. Semua terlihat tergesa-gesa tapi serba siap. Itu tanda proyek sudah diatur sejak awal,” ujar seorang sumber internal yang meminta namanya dirahasiakan.
Benang Merah ke Pj Bupati Langkat?
Sebagai pemegang kendali eksekutif, Pj Bupati Langkat jelas punya peran strategis dalam penyusunan dan pengesahan APBD, termasuk APBD-P. Anggaran raksasa untuk Smartboard mustahil lolos tanpa restu dari pucuk pimpinan daerah.
Minimnya pembahasan di DPRD, ditambah percepatan pengesahan APBD-P, menjadi sinyal kuat adanya dorongan dari otoritas tertinggi agar proyek ini mulus.
Lebih jauh, kabar yang beredar menyebutkan bahwa akun PA/PPK Kadis Pendidikan Saiful Abdi dalam pengadaan Smartboard justru dikendalikan oleh pihak yang ditunjuk langsung oleh “penguasa”.
Apalagi, Saiful Abdi sendiri sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi PPPK. Lalu, mengapa proyek raksasa senilai hampir Rp50 miliar masih bisa diloloskan di bawah kendalinya?
DPRD dan Pihak Ketiga Diduga Ikut Bermain
Tidak hanya eksekutif, dugaan keterlibatan legislatif juga mencuat. DPRD Langkat yang seharusnya berfungsi sebagai pengawas justru terlihat pasif. Minimnya pertanyaan dan pembahasan kritis saat anggaran Smartboard masuk ke APBD-P memunculkan dugaan adanya “pengamanan politik” dari oknum dewan.
Selain itu, sistem e-purchasing melalui e-katalog yang dipakai dalam pengadaan Smartboard pun tak lepas dari kecurigaan. Vendor yang terpilih disebut-sebut sudah diarahkan, sementara harga satuan yang tak jauh berbeda dengan e-katalog menimbulkan tanda tanya: kemana sebenarnya aliran keuntungan proyek ini?
Ujian Besar Integritas Penegak Hukum
Kasus Smartboard Rp49,9 miliar ini bukan sekadar soal permainan anggaran. Publik Langkat menilai ini sebagai bentuk korupsi sistematis yang melibatkan banyak aktor dari eksekutif, legislatif, hingga pihak ketiga.
Kini bola panas ada di tangan Kejari Langkat dan Kejaksaan Agung. Apakah kasus ini akan benar-benar dibongkar hingga ke akar-akarnya, atau justru berhenti di level kadis dan kepala sekolah semata?
Masyarakat menanti bukti nyata: apakah hukum benar-benar tegak di Langkat, atau justru kembali tunduk pada pemeriksa.(Red)
0 Komentar